Jumat, 29 Oktober 2010

Cinta dan Tuhan itu Satu

Saat aku memutuskan untuk mencintaimu, aku dihadapkan pada ratusan konsekuensi yang harus aku terima, ikhlas atau tidak...

Kata mereka kita terlalu berbeda. Sangat berbeda. Bukan cuma agama, tapi juga adat, kebiasaan, pola pikir,  hidup, bahkan cara kita menikmati cinta itu sendiri..

Dan dengan sombongnya kita bilang kita bisa. Dengan gaya anak muda zaman 'saat itu' yang idealis, kita bilang kita akan terbiasa. Dengan dalih menghargai keberagaman kita, kita bilang ini bukanlah apa-apa. Mungkin tepatnya belum apa-apa. Entah apa yang membuatNya menginginkan kita jatuh cinta..

Sampai detik ini aku bersamamu, lukisan diri kita menjadi semakin kontras. Semakin tegas warna perbedaan menciptakan bayang-bayang. Akan selalu ada masa penyesuaian sampai kita benar-benar menghancurkan jurang pembatas yang diciptakan Sang Pencipta. Aku mengikuti pola hidupmu, atau kamu menjadi apa yang aku mau. Aku mengikuti adat nenek moyangmu, atau pola pikirmu keracunan pola pikirku. Kita selalu mencoba menyesuaikan masing-masing dengan bayangan cermin dalam kepala kita. Bukankah cermin yang harus menyesuaikan bentuknya agar mirip seperti kita apa adanya?  Entahlah, penyesuaian ini tak akan ada akhirnya. Sesungguhnya inti dari hubungan ini bukanlah menghancurkan perbedaan, tapi menerima kenyataan bahwa kita memang begini adanya. Sampai kapanpun, sayang.. sanggupkah kamu?

Ketika aku akan memulai penyesuaian yang paling membutuhkan ruang privasi sekaligus empati, sempat terpikir dalam benakku, tepatkah menempatkan kamu sebagai yang terakhir? Menempatkan dirimu menjadi imam bagiku sebagai mualaf kelak? Itupun belum menyelesaikan sebagian masalah. Kita belum selesai membangun jembatan untuk melewati jurang yang lain, jurang adat, sosial, keluarga, pola hidup, dan jurang-jurang lainnya. Walaupun selama ini aku bilang aku baik-baik saja, but there's a little pain behind "I'm okay", and there's a little "I need u" behind "leave me alone"..

Untuk satu konsekuensi yang membuatku kehilangan beberapa sahabat, seharusnya kamu tidak pergi dan membiarkanku mencariNya seorang diri. Bukan hanya untuk kali pertama, tapi untuk seterusnya, aku ingin berjalan seiring. Bukan digiring.

Sanggupkah kamu menjadi seperti itu, sayang?
Mungkin kita akan meninggalkan kebiasaan kita masing-masing. Kebiasaan duduk bersama, yang dalam tiap shalatmu ada namaku, begitu juga aku yang dalam tiap Tri Sandhya aku tak lupa menyebutkan namamu. Ya, kamu sebagai salah satu dari orang-orang terkasih yang kuselimuti selalu dengan doa agar senantiasa diberi keselamatan baik dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan.

Tuhan, kata orang bijak Kau cuma ada satu. Karena perbedaan kami menyebut dan bersembahyang kepadaMu, sampai hatikah bila doa-doaku tak Kau sampaikan padanya?

Aku menunggu, Tuhan..

Palembang, 29 Oktober 2010

9 komentar:

  1. antik...
    speachless aku bacanya..
    Semuanya mengingatkan aku pada seseorang, dan mungkin kau juga tau maksudku..
    Tuhan cuma satu, tapi kita memanggilnya dengan nama yang berbeda...
    Tuhan cuma satu, tapi jalan untuk menuju-Nya berbeda...
    Tuhan cuma satu..
    Tapi aku yakin, Tuhan pasti mendengar doa-doa orang yang selalu kepada-Nya..
    Antik...

    BalasHapus
  2. iya, trims banyak ya.. :)
    sepakat ama km kemarin, rencana Tuhan selalu indah,,
    tinggal tunggu waktu yang tepat..

    BalasHapus
  3. :')
    jujur,aku salut sama mbok ant..
    satu hal yg belum brani aku ambil resikonya mbok,, sepertinya 1000 kali lebih sulit dari mendaki gunung ciremai.

    BalasHapus
  4. hihihi, santi.. :)
    bahkan mendaki gunung kecil aja ak belum mampu..
    tiap orang punya pola pikirnya sendiri, punya ketakutan2 dan jg keberaniannya sendiri..

    mungkin aku ga seperti apa yg km pikir..

    BalasHapus
  5. mbok ant.. keren mbok..

    jadi kangen mbok ant.. :')

    BalasHapus
  6. lhoh? kok jd kangen aku? XD

    btw makasi y mit,.. udah mampir.. :)

    BalasHapus
  7. hahaha.. .
    Cinta datang karena terbiasa, Tuhan mungkin perlu pembiasaan juga untuk dirasa.

    All is Well, mbak antik. Semoga tidak membenci cintanya yang lama, bukan merobek-robek surat cinta yang lama. walaupun cinta-cinta yang diterima berbeda.

    Senangnya bisa mencintai pada yang lama,berjanji akan setia pada Cinta (Tuhan)yang baru. :) Selamat menempuh hidup yang (benar-benar) baru.

    BalasHapus
  8. hehe... thank you..
    kalo punya tulisan di share jg yah...

    BalasHapus