Senin, 21 Desember 2009

Surat untuk Lakon

kucoba mengingat detil surat yang tertuju buatku itu. mustahil kulakukan, ingatan akan isi surat itu lenyap bersamaan dengan hilangnya gelap malam tersapu sinar matahari.

surat itu memang cuma ada dalam mimpi. dan kamu pun memang cuma ada dalam mimpi. mungkinkah mimpi itu cuma refleksi keinginanku agar ada orang yang menemaniku di sini, dalam kondisi yang sama-sama bingung?
isi surat itu, pesan yang tertulis di kertas bekas itu, semua isinya hampir menggambarkan apa yang selama ini tertahan, tak terucap bahkan tak sempat terpikir olehku. entah karena memang benar-benar tak terpikirkan olehku atau aku yang berusaha untuk tidak mencoba berpikir ke arah sana. aku menghindar. selama ini aku pura-pura sibuk. aku mencoba untuk asyik dengan duniaku sendiri, melupakan detil permasalahan yang kira-kira bakal muncul. sampai akhirnya kubaca sendiri surat itu.

ah, seandainya ingatanku tajam.

sedikit memori yang tersisa hanya seputar menjadi diri sendiri, mengikuti arus, sikap pasrahmu yang sepertinya tidak biasa, harapan-harapan yang kau nyatakan, apa yang membuatmu bertahan, serta keberanianmu mempertahankan sikap di tengah lingkungan yang sama sekali tidak bersahabat. tapi seolah semua hanya ingin menunjukkan keadaan yang sebenarnya untukku. kenyataan yang tak kan tergapai oleh keinginan. semua terasa nyata di depan mata. perlahan, menusuk, membuatku sakit dengan cara yang lain.

hidup ini seperti mainan saja. seperti membawa lakon dalam sebuah pementasan, bedanya hanya kita tak membawa naskah-bahkan tidak membacanya-hingga saat kita benar-benar tampil dalam pementasan itu. dan semua yang terjadi sejalan skenario sudah.
kita biarkan tubuh dan pikiran ini terbawa arus. seperti kata suratmu (yang detilnya aku tak ingat). atau seperti kata-kataku yang tertulis di surat yang mengambil sosok dirimu dalam mimpi untuk kemudian menyerahkan surat itu ke diriku sendiri.

bunga tidur ini terlalu aneh buatku. kata-katamu terlalu indah sekaligus tajam, menusukku dari berbagai sudut dan membuka mataku lebar-lebar, seolah ada tali halus di sekitar kita yang menggerakkan semuanya. mengarahkan kita akan ke mana termasuk mencengkram pikiran kita untuk mengambil keputusan. ya, tubuh ini masih belum milik kita.. aku, kamu, kita semua cuma lakon. lakon di layon.

apakah aku sedang dalam kondisi trans saat itu? kuharap ya, karena surat itu berhasil membuatku semakin ingin mempertahankan apa yang menurutku benar, walaupun masih banyak yang tidak setuju denganku saat ini.
ternyata aku harus membuat dulu seperti apa standar kebenaranku sendiri.


26 Des 08
masih menunggu takdir akan membawa ke mana.

-ant-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar